Catatan dari Romo Inno Ngutra ...

DICINTAIMU KUTERSIKSA
(Persembahan tulus dari seorang sahabat untuk
para sahabat yang terluka hati dan batin saat ini)

“Cinta seharusnya membebaskan orang yang dicintai.
Cinta seharusnya menjadi dasar merajut kebahagiaan.
Akan tetapi ketika kudapatkan seberkas pengampunan di balik ketulusan cintanya maka batinku sungguh tersiksa dalam kebahagiaan karena menemukan cinta sejati itu.”

Inilah sharing seorang ibu muda ketika kebetulan kami bertemu di kampus pada saat pendaftaran untuk semester baru yang akan dimulai pada minggu depan ini. Ia lalu berkisah; Father, hotel kecil dan besar di kota Manila menawarkan harga murah untuk durasi waktu singkat; ada yang 2, 3, 6, 9, 12 bahkan sehari penuh. Dan, kalau father pernah menengok ke sana maka hampir setiap jam ada pasangan selingkuhan yang “check in and check out.” Ini sebuah pemandangan yang biasa di kota-kota di Filipina.

Tak terasa air mata ibu ini sudah jatuh membasahi pipinya. Sesekali ia mencoba menyeka dengan sapu tangan kecilnya sambil menarik nafas panjang seakan ada sesuatu yang tak mampu diucapkan lagi sebagai kelanjutan kisahnya. Aku mencoba bersabar dalam diam sambil menunggu keberaniannya untuk meneruskan ceritanya. Selang 10 menit kemudian, ia mulai menatap lagi wajahku dan meneruskan kisahnya. Hari itu pasti menjadi hari yang tak terlupakan dalam hidupku. Akibat tak bisa mengontrol diri dan nafsuku maka aku terseret dalam hubungan gelap dengan seorang teman kantor, dan kami baru saja “check out” dari hotel itu. Tiba-tiba di depan pintu keluar aku terpaku mati bagaikan patung di depan seorang lelaki yang sedang menatapku dengan tatapan marah karena tidak percaya melihatku di sana. Berusaha untuk tidak mempermalukan aku di depan umum, ia malah memilih menyingkir sambil berlari dan berlari memeluk hati dan rasanya yang hancur berkeping-keping. Aku berusaha untuk mengejarnya walaupun aku sadar aku tidak mempunyai jawaban untuk semua pertanyaannya kelak. Tiba-tiba aku terjerembab di sebuah lubang di pinggiran jalan raya itu. Ketika sadar aku sudah berada di sebuah ruang kecil ber-AC di rumah sakit terdekat.

Aku ,mencoba membuka mata, ternyata bukan pacar gelapku yang sedang menemaniku tetapi suami dan anak-anakku. Aku lalu menangis sejadi-jadinya ketika kulihat di wajah suamiku seuntai cinta tak bertepi dan seberkas pengampunan yang tak terbatas bagaikan peluru ajaib yang menembus ruang dan waktu. Suamiku membelaiku dengan cinta tanpa mengatakan atau mengekspresikan di raut mukanya segumpal kemarahan yang membuat anak-anakku nantinya heran bertanya. Father mungkin belum pernah merasakan hal seperti ini tapi sungguh cinta seperti itu sangat menyiksa jiwa dan batinku sepanjang hayat. Jika aku bersalah dan dihukum pasti itu lebih mudah kulupakan daripada berdosa dan kembali dicintai dengan sebuah pengampunan yang tak terbatas. Aku pun bertanya; Masihkah cinta sejati itu ada dan hidup dalam dunia sekarang ini?

Lamunanku jauh menerawang menembus waktu, kembali kepada pengalaman Yusuf ketika ia mengetahui bahwa Maria, wanita yang dicintainya, kini telah hamil tanpa campur tangannya. Yusuf, seorang yang tulus hati, demikian laporan Injil mengisahkan bahwa karena ia tidak ingin mempermalukan istrinya maka ia pun merencanakan untuk menceraikan Maria dengan diam-diam. Pengalaman yang sama kini kualami secara nyata dari suamiku, yang melihat dengan mata sendiri perbuatan kotor dan najisku tapi tidak menghukumku. Mau tahu apa jawaban suamiku ketika aku bertanya kenapa ia tidak marah, menghukum dan menceraikanku? Ia hanya menjawab; “Setiap orang, termasuk engkau dan aku pasti mempunyai kelemahan dan kerapuhan, tapi bagiku hukuman tidak bisa memulihkan kehancuran hati yang kita alami saat ini. Aku percaya dan selalu percaya bahwa hanya cinta...hanya cinta, maaf dan pengorbananlah yang mampu mengangkatmu menjadi istriku yang baik dan setia. Aku hanya berharap bahwa cinta dan maafku bisa mengubahmu menjadi seorang istri yang setia bagiku dan ibu yang baik bagi anak-anak kita.”

Father, banyak orang pasti tidak percaya dan menganggap bahwa cinta yang tulus seperti ini hanya terjadi dalam lamunan orang, dalam pikiran sang penyair dan sutradara film, tapi ini sungguh pengalaman nyata. Dan, aku sendirilah yang mengalaminya. Karena itu, walaupun jiwaku terbebas karena dicintai oleh suami seperti itu tapi sebenarnya aku mengalami ketersiksaan batin setiap saat mengenang kembali pengalaman pengampunan dari suamiku. Dan, yang membuatku merasa sedih yang tak berkesudahan sampai detik ini ialah beberapa tahun lalu, (Ia kembali menangis tersedu-sedu dan mengalami sesak nafas untuk beberapa menit lamanya) suamiku tercinta itu telah pergi untuk selamanya ke rumah Bapa di surga. Jika saja waktu hidup diputar kembali ke titik awal maka aku ingin selalu bersamanya untuk selamanya. Akan tetapi, waktu terus berputar ke titik terdepan dan semua kejadian di masa lampau hanya akan tinggal menjadi kenangan indah yang menyiksaku.

Kawan, jika Anda tidak larut dalam kesedihan karena membaca kisah ini, maka cobalah menghubungkan dengan kisah “Kenaikan Yesus ke Surga,” yang hari ini kita rayakan. Aku yakin Anda akan sadar bahwa pemilik cinta sejati sesungguhnya adalah Yesusmu, Yesusku dan Yesus kita. Cerita tentang suami bijak ini hanya mau mengatakan sisi lain dari bagaimana Yesus telah, sedang dan akan mencintaimu. Ia telah lebih dulu mencintai sang suami bijak itu sehingga baginya tidak ada alasan untuk menghukum istrinya yang kedapatan berselingkuh, walaupun secara manusia pengalaman seperti itu sungguh menjadi sesuatu yang langka dan bahkan tak pernah ditemukan dalam dunia modern ini, karena prinsipnya; kalau aku terluka maka engkau pun akan kulukai. Yesus telah memberikan segalanya kepada para murid-Nya. Tiga tahun rasanya singkat, apalagi kepergiaan-Nya hari ini ke Surga meninggalkan luka yang dalam di hati para murid, tapi hanya satu yang Yesus harapkan yakni semoga cinta-Nya mengubahmu seperti cinta sang suami yang telah mengubah hidup, sikap dan tingkah laku istrinya. Kadang kita terlalu terbelenggu pada kelemahan dan kerapuhan kita sehingga tidak percaya bahwa kita bisa mencintai, mengampuni dan berkorban tanpa batas. Padahal Allah telah mengatakan, hatimu yang lama telah Kubuang dan hati yang baru telah Kuberikan kepadamu agar kamu pun mampu untuk mencintai yang lain seperti cinta-Ku padamu. Hati Allah adalah Yesus sendiri yang telah mencintai kita sampai terluka dan bahkan sampai mati di kayu salib.

Kawan, apakah cinta sejati seperti kisah di atas tidak mungkin terjadi dalam hidupmu? Sama sekali aku tidak akan percaya! Aku selalu yakin bahwa di tengah kegelapan hidupmu, di antara kelemahan dan kerapuhanmu sebagai manusia, engkau masih dan tetap mempunyai sebuah hati yang mampu untuk mencintai tanpa batas, mengampuni sampai tuntas, dan berkorban sampai terluka. Aku selalu percaya bahwa balas dendam tidak akan menyembuhkan luka di hati. Hanya cinta dan maaf yang terangkai indah dalam pengorbanan dirilah yang mengubah mereka yang kita cintai, terutama untuk mengangkat mereka ke hari depan yang lebih cerah dan bahagia.

Kawan, semoga saja kisah kecil ini mampu meyakinkanmu bahwa engkau bisa melakukan seperti sang suami bijak nan tulus dalam cerita di atas. Tapi bagi mereka yang terlibat dalam permainan cinta yang enak sesaat tapi menyiksa sepanjang hayat, kiranya berhentilah untuk melukai pasanganmu, dan terlebih melukai Tuhanmu dengan dosa-dosamu. Kita tidak tahu apa reaksi suami, istri atau pasangan kita ketika berhadapan dengan kenyataan seperti itu. Karena itu, dari pada terluka dan tersiksa sepanjang hidup maka kini saatnya untuk berbenah diri. Kepada para suami atau pun istri yang membaca kisah ini, kubisikkan sesuatu di hatimu sebagai sahabatku; “Kembalilah ke pelukan pasanganmu.” Rajut kembali cinta yang telah hancur berkeping-keping karena pengkhianatan dan dosa. Percayalah...percayalah, bahwa masih ada setitik cinta dan seberkas pengampunan di hati pasanganmu saat ini. Ia merindukan belaian dan kecupan mesra darimu.

Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***

Comments

Popular posts from this blog

Sinar Kemuliaan

Sirakh 2:1-18

Mazmur 8:2-9 [Psalm 8:2-9]